Rabu, 29 Mei 2013

Bismillah

Dear, Poo

Kamu pernah dengar?
Semakin kita memahami orang, semakin dekat kita sama perpisahan?

Kadang saya suka jika teman dekat tak juga memahami karakter saya.
Haha.

Selasa, 14 Mei 2013

Bismillah.

Dear, Poo


Kenapa saya ke Bandung seminggu sekali?
Habis-habisin ongkos, boros waktu, buang energi.
Belum lagi di sananya saya berbusa-busa nasmi'in beberapa juz.
Hahh...

Ini mungkin kesadaran yang telat datang ke saya.
Harusnya saya punya ini sejak pertama kali saya mutusin mau jadi penghafal Qur'an.
Ga tau bodoh atau polos banget ya saya ini.
Selama ini rasanya saya hanya "ditemukan" atau "tak sengaja menemukan".
Tidak benar-benar mencari sendiri:
Saya harus jaga hafalan saya.
Ustadznya nanya kaya gini:
1. Mau beres setoran hafalan saja?
2. Mau mutkin/kuat hafalannya?
3. Mau kuat dan "rohshi"-artinya kira-kira "terjaga",barang kali?
 Dan saya pilih yang ke tiga. Pastinya.
Saya meras hidup saya bakal jadi banyak berubah.
Ah. Harusnya udah dari dulu.

Saya kadang takut, Poo.
Prosentase takut saya di dunia karena takut kehilangan banyak kesenangan, saat ini mungkin lebih besar daripada takut saya di kehidupan nanti. Karena diminta pertanggung jawaban atas hafalan saya.
Astagfirullah...
Masa ya di usia dua satu,dua dua ini saya baru ngerasain kecemasan kaya gitu (Sama seperti puber yang terlambat? hehe). Atau emang normalnya orang-orang ngalamin fase kaya gini tiap waktu, karena beberapa peristiwa atau pemahaman yang baru?

Kenapa saya ceritain ini ke kemu?
Karena saya merasa, perjalanan saya ke Habib (Masjid Habiburrrahman) ini awal dari perjalanan satu atau beberapa perubahan dalm kepala saya.
Saya merasa "ditemukan".
Mungkin ini jawaban dari do'a saya yang habis shalat: Ya Allah, jaga hafalan Qur'an saya.

Dan... Kamu ngerasa ga?
Kayanya jadi banyak banget orang yang pengen ngafal Qur'an.
Padahal dulu SMA saya ga tau sama sekali ada orang repot-repot ngafal kitab suci.
Saya penasaran, apa motivasi mereka.
Dan fenomena apa ini?
Ssekali waktu saya dengar orang bilang: Ini salah satu tanda kiamat. Berdasarkan hadits Rasul.
Entah hadits sahih atau lemah.
Ada rasa "wawawa.. takut" menyadari: kalo gitu saya bagian dari "tanda kiamat"?
Takut.
"orang yang menghafalkan AlQur'an, tapi hafalannya hanya sampai ke tenggorokan. Tidak sampai ke dada/hati mereka"
Tidak mau begitu.

Kamu do'ain saya ya.
Agar hafalan saya membawa maslahat bbuat saya. Bukan kerugian dan kecelakaan.

Haaaa.
Alhamdulillah.



Kamis, 09 Mei 2013

Tentang Murid-murid saya

Bismillah...
Ini first entri  soal anak-anak yang jadi murid pertama saya. Kelompok halaqoh tahfizh saya yang jumlahnya dua puluh empat orang. Mereka semua manis. Pada  awalnya. Ada rebel-rebel juga, masa-masa malasnya juga. Kalo udah gitu mreka ga manis lagi. Hehe. Biar bagaimana, mereka ini tembok-tembok fondasi saya di sisi Allah kelak. Salah satu fondasi saya. Mereka istimewa buat saya.

Mengingat-ingat kembali mereka dan awal-awal saya mengajar bikin semacam golakan di perut saya.
Betapa saya medzolimi mereka. Hiks.
Mengenal mereka satu persatu.
Yang pertama saya sadari tentu saja kualitas bacaan mereka.
Rasanya memikul gunung hud waktu itu.
Yang terlambat-terlambat datangnya.
Saya rasanya menelan jarum tiap hari.
Yang nawar-nawar soal setoran, pulang lebih dulu, izin sakit padahal siang masuk sekolah.
Rasanya kaya minum madu pahit.
Madunya ya karena waktu mengajar jadi beerkurang. He...
Pahitnya, Ya ampun, Nak. Kalo kaya gini terus gimana kemajuan kamu? Hah. PR makin numpuk

Pulang jelang maghrib karena ngobrol-ngobrol bareng beberapa anak, paling ngangenin.
Itu bagian dari mengenal mereka secara personal.
Oh, saya perlu sekali. Perlu mencintai mereka. Haha.
Memang "ga saya banget", ya.
Tapi proses mengenal dan berusaha mencintai ini begitu saja berjalan.
Seperti pohon yang tumbuh karena terkena sinaran mentari.
Mereka adalah mentari yang menumbuhkan "ini". Perantaraan dari Allah.
Pertemuan-pertemuan pagi-sore hari adalah pupuk-pupuknya.
Pertemuannya.
Gimana jadinya kalo udah ga ada pertemuan pagi-sore itu?

Ini adalah cara saya mengenang mereka.
Bismillah...

Poo. Sepert banyak surat kamu yang belum saya baca, mungkin yang satu ini juga ga bakal kamu baca.
Hah. Benci sekali mengakui ini. Tapi saya mulai kesulitan berkomunikasi sama kamu. Bukan bagaimana menghubungi, tapi bagaimana berbicara, tema apa, mana-mana yang saya boleh dan tidak boleh